RSS

Dari, Oleh dan Untukmu, Para Mahasiswa Farmasi…

02 Jan

Lelah rasanya diriku membahas dan berdiskusi tentang Undang-undang dan peraturan-peraturan kesehatan maupun kefarmasian pada khususnya. Terlintas sejenak di benakku, baik itu undang-undang maupun peraturan seharusnya dibuat untuk membentuk suatu sistem/tatanan kehidupan yang ideal. Namun, ketika undang-undang tersebut mulai diperkarakan berarti ada suatu supporting system yang rapuh. Salah satu supporting system tersebut ialah kita, para MAHASISWA FARMASI INDONESIA.

Menyinggung sedikit tentang salah satu topic dari dulu bahkan hingga kini masih terus kita perjuangkan dan teriakkan dengan lantangnya, drugs dispensed. Sejak saya baru dilahirkan di bangku mahasiswa, para senior sedang memperjuangkan hal ini, dan sekarang ketika mulai beranjak matang di dunia mahasiswa saya bahkan mengarahkan para mahasiswa untuk ikut berteriak dan memperjuangkan masalah tersebut. Hasilnya? jangan tanyakan bung, belum ada perubahan yang berarti!

Secara harfiah, profesi apoteker ada untuk melayani kebutuhan obat masyarakat. Apoteker ada untuk menjaga dan mengarahkan masyarakat agar mereka menjadi mengerti bagaimana mengkonsumsi obat dengan baik serta lekas sembuh. Apoteker ada BUKAN untuk menjadi BUDAK yang senantiasa mengemis kepada dokter agar yang bersangkutan bersedia me-resepkan obat yang kita pasarkan. Apoteker ada BUKAN hanya sebagai pajangan nama simbolis di suatu apotek agar apotek tersebut memiliki izin pendirian. Namun, apoteker ada untuk melayani masyarakat, mengedukasi masyarakat dan men-sehatkan masyarakat. Fungsi Apoteker yang sangat vital dalam hal ini ialah fungsi Pelayanan Obat(drug dispensed). Ada tanggung jawab moral dan social di pundak para apoteker walaupun kebanyakan dari mereka tidak menyadari hal tersebut.

Timbul pertanyaan yang cukup mendasar tentang hal tersebut, Apakah para mahasiswa farmasi siap dan mampu menjalankan fungsi tersebut dengan baik?

Mari kita sama-sama introspeksi sejenak. Masih Sangat sedikit ilmu yang kita peroleh dan berguna untuk masyarakat(pelayanan obat). Ingat! fungsi pelayanan bukan hanya dijalankan oleh para apoteker yang bekerja di Apotik ataupun Rumah sakit, namun suatu fungsi dimana kita mampu melayani masyarakat walaupun saat itu pekerjaan kita adalah seorang birokrat, tenaga pengajar maupun politikus. Hanya 1 yang masyarakat tahu, apoteker mengerti obat dan mereka selayaknya mendapatkan pelayanan obat dari Apoteker!

Terlibat saya dalam suatu diskusi panjang di sore hari nan mendung. Di forum informal tersebut kami asyik membahas banyak hal tentang mahasiswa termasuk suatu fenomena yang cukup menarik, “Banyak mahasiswa farmasi yang sibuk berteriak dengan lantangnya memperjuangkan eksistensi profesinya, Namun sedikit dari mereka yang cukup mempersiapkan diri untuk terjun ke masyarakat menjalankan fungsi pelayanan obat tersebut.”

Untuk menjalankan fungsi pelayanan, diperlukan suatu keahlian. Keahlian untuk berani berinteraksi dengan masyarakat, keahlian untuk mengenal dan mengidentifikasi obat-obatan dengan benar. Semua itu tidak dapat diperoleh dari text book yang diperoleh dari bangku kuliah maupun simulasi kecil-kecilan yang diadakan di kelas-kelas. Itu semua tidak cukup, dibutuhkan adanya suatu latihan dan aksi nyata yang bersifat kontinu sehingga kita dapat menerapkan konsep “learning by doing” dan ini cukup efektif untuk meng-adisi pengetahuan yang telah diserap di bangku kuliah.

Suatu contoh yg menarik, apabila datang seseorang dan bertanya kepada anda tentang suatu yang sangat sederhana,

Pasien(P) : mas, mas kuliah apoteker kan?

Calon farmasis(CF) : iya, kenapa pak?

P: ini mas, saya dari 2 hari kemarin flu. Kira-kira obat yg bagus buat menyembuhkan flu saya apa ya mas?

CF: 1. Bingung dan menjawab seadanya

2. Dengan spontan langsung menjawab, obat X aja pak, bapak bisa konsumsi obat tersebut Y kali perhari sebelum/sesudah makan.

CF(1) menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut mengerti tentang penyakit dan obat yang bisa dikonsumsi si bapak. Namur, karena banyaknya varian branded obat flu menyebabkan si CF 1 tersebut menjawab seadanya dan sedikit bingung.

CF(2) menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut sudah berpengalaman dan familiar dengan obat serta mampu untuk memberikan pelayanan obat yang baik ke masyarakat.

Terlihat jelas bukan? Tapi teman2Q, ada masalah besar yang dihadapi yaitu masih banyaknya tmen2 yang tidak mau untuk terjun dan belajar langsung di lapangan ketika masih berstatus mahasiswa sehingga tidak mengherankan jikalau para apoteker lulusan PT favorit sekalipun belum mampu menjalankan fungsi pelayanan obat dengan baik. Ayo latihan temen2, ayo perlan-lahan membaur dengan masyarakat dan tingkatkan ritme kerjasama yang Apik antar profesi kesehatan terutama dengan dokter, dokter gigi dan bidan karena merekalah partner kerja kita sejati. Jangan jadikan mereka musuh karena berebutan “lahan” dari obat. Memang obat merupakan lahan “basah”, Namun sekali lagi obat adalah racun, berikan informasi kepada masyarakat dengan baik.

Terus Bergerak! Terus Berteriak! Terus upgrade self competences as a pharmacist candidates!

Berhenti Berteriak! Berhenti Berjuang! Tutup Mulut! kalau kita sebagai calon farmasis belum mempersiapkan diri untuk mewarnai kehidupan kefarmasian kelak dengan rona warna yang indah. Ingatlah temen2, mahasiswa memiliki asset 30-40 % akan kehidupan kefarmasian di Indonesia!

Disini Kita Bersama Merajut Mimpi, Dari Sini Pula Kita Berjaya!

Hidup Mahasiswa!

Viva La Pharmacist!

Salam penuh Semangat,

Liza Mardianty

Koordinator ISMAFARSI Wilayah DIY-Jateng.

 
Leave a comment

Posted by on 2 January 2011 in Lain - lain

 

Leave a comment